Renungan : "SETELAH SADAR SAYA MENJADI BANGGA"

Diambil dari Facebook Fans Page Ida Pedanda Gede Made Gunung

OM SWASTIASTU

Tulisan ini saya buat atas dorongan hati nurani saya, yang telah lama terpendam sebab saya tidak tau kemana dan kepada siapa saya harus menceritakan hal ini. Dengan perasaan yang amat ragu-ragu seperti terpaksa saya menulis perasaan ini hanya sebagai pelampiasan saja. Oleh karena itu saya mohon maaf kepada saudara saya yang sempat membacanya bila ada kata-kata saya nanti membikin tidak enak dalam perasaan saudara. 

Seperti judul di atas telah tergambar bahwa apa yang terurai nanti merupakan sebuah cerita yang menceritakan pribadi saya. Mungkin ada diantara pembaca yang bertanya; Kalau menceritakan soal pribadi kok dimuat disini? Nah sepanjang tidak ada undang undang yang melarang orang bercerita, mungkin masih bisa dikatakan tidak salah.

Melalui puja dan puji syukur saya kehadapan Tuhan dan luluhur, saya panjatkan do’a semoga kebingungan saya secara pelan-pelan menjelma menjadi kesadaran yang bermanfaat bagi diri saya dan bermanfaat kepada alam sekitar saya. Semuanya ini terjadi setelah saya sukses mendaki Gunung Kailasha di Tibet. Muncul secercah sinar menyinari lubuk hati saya, sehingga muncul seklumit kesadaran yang dibarengi munculnya rasa bangga. Setelah saya banyak berdiskusi dengan diri saya sendiri akhirnya kesadaran dan kebanggaan saya itu bermuara kepada bangga menjadi orang yang beragama Hindu. Apa yang menjadi alasannya adalah sebagai berikut;

1. Hindu dengan kitab sucinya yang tidak asing lagi disebut Veda, merupaka sebuah wahyu asli dari Tuhan. Sebab sepanjang pengamatan saya dimanapun Veda itu dianut akan terjadi pembentukan pola pikir umatnya akan mengayomi, mengangkat, dan memaknai budaya local. Sehingga ajaran tersebut akan menjelma menjadi kesadaran bahwa hidup kita ini harus dilakoni atas kesamaan di atas segala perbedaan. Sehingga tidak percuma Tuhan memberikan kita kemampuan untuk berpikir kalau kita tidak mampu mengelola perbedaan itu menjadi sebuah keindahan. Pikiran saya ini muncul berkat penghayatan saya terhadap makna dari konsep; “ Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangruwa”.

Pertama-tama saya menghayati dengan memperhatikan perbedaan yang ada pada diri saya dengan saudara saudara yang lain. Sangat jelas sekali konsep tersebut, sebab; Kita sesama manusia diberikan anggota tubuh atau unsur-unsur tubuh yang sama Oleh Tuhan, misalnya mata sama-sama dua, hidung sama-sama satu dan yang lainnya juga sama, namun kenapa muka kita bisa berbeda, sedangkan tempat dari semua unsur tadi itupun sama. Itulah bagian awal dari penghayatan saya, selanjutnya diwaktu saya mendaki Gunung Kailasha, anggota rombongan saya ada dari bermacam-macam Negara, bangsa dan suku, ada dari Amerika, Malaysia, Afrika, Canada, Nepal, Indonesia. 

Pertama yang muncul dihati saya adalah rasa syukur sebab agama saya tidak pernah mengajarkan melarang bergaul dengan orang ini atau mebatasi pergaulan dengan orang lain. Bahkan secara emplisit tidak juga dilarang bergaul dengan Binatang sebatas yang wajar dalam lingkaran kasih sayang. Terutama disaat itu khusus bagi kami yang beragama Hindu melakukan upacara persembahyangan di tepi danau Manasarover, ternyata antar upacara persembahyang kami Hindu dari Bali dengan Hindu dari Nepal dan Malaysia sangat berbeda. Namun kami sangat bangga melakukannya secara bergilir, saling mengikuti tidak ada perasaan yang aneh. Disitulah kebanggaan pertama yang muncul dihati saya. Sehingga saya rasanya ingin berteriak; Saya sangat bangga menjadi orang Hindu diajarkan tidak alergi dengan perbedaan. Saya sangat bangga menjadi pengikut Veda yang memberikan kebebasan berbudaya, berkesenian dan berkreatifitas dalam tatanan langkah menuju sang pencipta (Mewali ring sangkanin dumadi). Selain itu saya sering berpikir tentang makan khas orang Bali yaitu lawar, mungkin kita sudah tidak asing lagi mendengar kata lawar, rasanya betul-betul enaaak!!! 

Tetapi jika dicari apanya yang enak dari unsur lawar itu kok tidak ada namun rasanya enak. Rasa enak itu tidak lain dari campuran dari bahannya yang terdiri dari bermacam-macam yang telah terukur dosisnya. Bahan lawar itu, ada yang mentah, mateng, masak, ada yang baunya amis, bau busuk, bau wangi, ada yang rasanya pedes, asing, masam dan bermacam-macam rasa, itulah yang di campur dengan dosis tertentu oleh yang mengolahnya sehingga mucul rasa enak. Itu berarti kita manusia diajarkan dan harus mampu mengelola perbedaan itu menjadi sesuatu yang menimbulkan rasa enak, menimbulkan kesan indah, menimbulkan suara merdu. Semuanya itu adalah bersumber dari ajaran Veda, mengelola perbedaan menjadi sesuatu yang dapat membahagiakan.

2. Hindu mengajarkan kasih terhadap semua ciptaan Tuhan dalam hal ini terhadap lingkungan melalui konsep: “Memanusiakan alam lingkungan “. Nah konsep yang indah inilah sering mendapat cemohan dari pihak lain, dikatakan menyembah batu, menyembah kayu dan lain sebagainya. Padahal konsep ini sangat mendasar sekali. Oleh karena itulah bagi kita umat Hindu harus bangga, sebab kalau lingkungan kita terpelihara maka kita akan selalu bahagia, damai menjalani hidup ini. Makanya Hindu diajarkan tatacara menyayangi lingkungan, diwujudkan dalam sebuah acara upacara; Tumpek Uduh, mencintai tumbuh-tumbuhan sebab peran tumbuh-tumbuhan sangat besar terhadap kehidupan manusia, kalau tidak ada tumbuh-tumbuhan, apakah manusia bisa hidup? 


Bagi mereka yang menghina kita berarti dia tidak memiliki ajaran seperti itu. Memang setiap prosesi upacara pasti diakhiri dengan persembahyangan, terkait dengan sembahyang pada waktu tumpek uduh itu bukan menyembah benda (kayunya) kita menyembah Tuhan dengan segala manifestasinya, dan berterima kasih kepadaNya atas segala kemurahan Beliau. Saya sangat sering melihat dan mengalami langsung disaat ada upacara bendera, apa lagi saat hari kemerdekaan kita. Semua bangsa Indonesia menghormati bendera merah putih sebagai lambang kebangsaan kita, bahkan untuk melatih para pengibar bendera itu dilatih mungkin sampai 3 bulan dan menelan biaya yang cukup besar. Apakah ada perasaan kita saat itu menghormati secarik kain merah dan putih? Tentu tidak, sebab saat itu kita menghormati kebangsaan kita yang kita banggakan. 

Itulah kehebatan ajaran agama Hindu, makanya saya bangga sekali menjadi pemeluknya. Dengan segala kekurangan kita menghayati ajaran Hindu, maka banyak diantara yang masih belum mampu mengimplementasikan ajaran yang indah itu kedalam kehidupan sehari-hari kita. Buktinya terjadinya banjir itu karena peran manusia yang merusak dan menyakiti lingkungan, maka akibatnya kita yang menerima dan merasakannya. Saya bangga menjadi umat Hindu. Banyak lagi hari-hari untuk menuntun kesadaran kita akan makna hidup ini, seperti; Hari Tumpek Kandang, bermakna menyayangi binatang, dan lain sebagainya.

3. Pada suatu hari saya diberikan kesempatan untuk bertemu dengan saudara-saudara saya yang ada di negeri kangguru. Singkat cerita saat itu saya juga melihat pemangku disana nganteb banten ala disana dengan menggunakan puja berbahasa Inggris. Disitulah sempat egois saya muncul sehingga dalam hati saya bertanya-tanya dan sempat menyalahkannya. Kalau nganteb Pemangku harus mgnggunakan bahasa Jawa Kuno atau bahasa Bali, kok sekarang berbahasa inggris, apakah Bhatara ngerti bahasa Inggris? Namun saya cepat sadar, bahwa Tuhan itu maha tau, tau bahasa apa saja menurut ajaran agama saya. 


Jadi saya tau bahwa bahasa itu adalah budaya manusia sebagai alat komunikasi, oleh karena agama saya bukan agama budaya, maka bebas menggunakan bahasa apa saja sesuai dengan budaya setempat, asal masih didalam tatanan etika dan moral. Kalau agama saya itu agama budaya (buatan manusia), maka dia harus menggunakan satu bahasa, sebab tidak boleh menggunakan bahasa selain bahasa dari budaya itu. Lagi saya bangga menjadi penganut Veda (Hindu).

4. Pada suatu ketika saya berjalan datang dari muput (memimpin) upacara yadnya, dijalan saya dapat memunggut kertas satu lempir, mungkin kertas anak-anak sekolah yang jatuh, karena saya tertarik pada tulisan dikertas itu maka saya memunggutnya, setelah saya baca tulisannya sampai dirumah ternyata itu sepenggal dari bait puja tri sandya, yang bunyinya sebagai berikut;

"……Om Kesama swamem Mahadewa, sarwa prani hitang karah……." selanjutnya hilang karena robek, dan ada pula tulisan arti dari puja itu antara lain; "……. Ya Tuhan hampunilah segala dosa/kesalahan dari semua ciptaanMu........."

Setelah saya selesai membaca lalu merenung, bahwa inti dari do’a atau puja umat Hindu tidak hanya memohonkan untuk dirinya sendiri atau hanya untuk kelompoknya saja, keselamatan dan sebagainya kehadapan Tuhan. Jadi Hindu menyuruh umatnya agar memohonkan keselamatan untuk semua makhluk ciptaan Tuhan, baik itu manusia maupun itu makhluk lain selain manusia. Baik mereka yang benci dan menghina agama Hindu juga dimohonkan keselamatan dan kebahagiaannya. Maka agama Hindu tidak mengajarkan sifat individu dan sifat egois dan sifat-sifat yang sefamili dengan sifat itu. Lagi saya merasa sangat bangga memeluk agama Hindu yang selalu mengajarkan umatnya mencari kedamaian bersama. Dan saya selalu bersyukur kehadapan Tuhan dilahirkan di kelompok orang-orang yang mengikuti ajaran kedamaian, persaudaraan sesama manusia, yakin kepada kekeuasaan Tuhan dan kasih kepapada lingkungan.

5. Diwaktu perjalanan saya menuju Kailasha melewati Bangkok, Nepal, Tibet, saya lihat umat Hindu asal disana, saya sempat kaget melihat pakaian saudara saya yang berasal dari Nepal, dari Malaysia sesama penganut Veda kok pakaiannya tidak seragam, termasuk dengan pakaian kita yang dari Bali tidak seragam. Sekilas muncul pertanyaan dihati saya; Kenapa Veda tidak menyuratkan tentang pakaian penganutnya? Kejadian itu hanya sekejap, lalu saya jawab sendiri pertanyaan saya itu; Pakian itu kan budaya, sedangkan Veda itu wahyu, pantes wahyu itu tidak mengharuskan menggunakan model pakaian. 


Seperti saya kemukakan diatas, Veda sifat penyebarannya adalah mengayomi, mengangkat, dan memaknai budaya local ( sangat Universal ). Tetapi yang diatur cara berpakaiannya agar berpakaian masih didalam tatanan kesopanan dan tatanan kesusilaan. Pengaturan seperti inipun kita dapati secara tersirat. Pantes pakaian orang Hindu itu sangat beragam namun bila kita amati secara saksama maka yang kita dapati adalah keindahan. Akhirnya saya bangga menjadi orang Hindu dapat berkreatifitas sesuai dengan budaya masing-masing daerah, yang diwariskan oleh pendahulu kita.

6. Saya punya anggota keluarga yang menikah keluar dari agama saya. Disaat itu keluarga besar saya mengadakan rapat keluarga untuk menyikapi hal itu. Didalam rembug itu saya mendengar kalimat-kalimat yang indah didiskusikan antara lain; Ada tiga hal di dalam kehidupan manusia yang masih sulit ditebak (misteri), yaitu;

1. Kapan akan lahir hamilnya ibu ini? Tidak ada yang bisa menebak dengan tepat.
2. Siapa jodoh cucu saya ini yang masih berumur 5 tahun.
3. Kapan kakek yang sudah usur itu akan meninggal?

Semua pertanyaan itu tidak ada yang bisa menebak dengan tepat. Sehingga jawaban yang paling pas adalah; hanya Tuhan yang tau. Jadi keluarga saya sama sekali tidak ada menuntut apa-apa, misalnya menuntut agar suaminya harus masuk Hindu, agar dikemudian hari mendapatkan sorga, sama sekali tidak ada, karena urusan sorga dan neraka adalah urusan yang sangat pribadi ( tergantung karma kita), sorga tidak dapat dibeli, tidak dapat ditukar dengan barang. Sebab apa yang dilakoni oleh mereka adalah sesuatu peristiwa yang hanya diketahui oleh Tuhan, mungkin itu yang disebut Jodoh. 


Terbentuknya pola pikir seperti itu disebabkan oleh tuntunan Veda. Tetapi ada pula tetangga saya ngambil istri dari luar agama saya, aduuuh !!! Tuntutannya bermacam-macam, sampai soal karma, soal sorga neraka dan lain sebagainya. Sangat berbeda pendapatnya dengan pendapat keluarga saya yang Hindu. Sepertinya agama Hindu tidak dapat memberikan jalan mencapai Sorga. Walaupun bukti nyata sudah ada banyak sekali tokoh-tokoh Hindu di jaman dahulu meninggalkan alam ini tidak meninggalkan jasad (mencapai super moksah) mendapat tiket langsung menuju dan menyatu dengan Tuhan. Akhirnya dengan membaca peristiwa itu saya semakin bangga menjadi penganut Veda (Hindu).

7. Dari Sekolah SR. jaman doeloe, yang sekarang disebut SD. Saya diajarkan sejarah Indonesia, tetapi cucu saya sekarang tidak tau sejarah. Ada kalimat yang pernah saya dengar yaitu; JANGAN LUPA SEJARAH. Kalau kita lupa sejarah kita akan menjadi manusia yang kehilangan arah hidupnya. Waktu saya belajar sejarah (SR.), saya diajarkan bahwa di Nusantara (Indonesia sekarang ) pernah mengalami jaman keemasan yaitu dijaman Mojopahit, mungkin dijaman sebelumnya pernah juga. Jaman keemasan itu terjadi kurang lebih 5 sampai 6 abad yang lalu. Lalu timbul pertanyaan dalam pikiran saya; Di Jaman itu orang-orangnya menganut agama Apa? Bagaimana rasanya hidup di jaman keemasan itu? Di buku sejarah dituliskan jaman keemasan itu terjadi dijaman kerajaan Hindu. Artinya Raja Mojopahit waktu itu memeluk agama Hindu. 


Ya sedikit tidaknya caranya memerintah dijaman itu pasti diwarnai oleh ajaran dari agama Hindu. Sehingga sampai sekarang saya sangat berkeinginan hidup di jaman keemasan. Kapankah hal itu saya dapat alami??? Akhirnya saya bertambah bangga menjadi orang Hindu, yang mana Hindu pernah mengajak Bangsa ini mencapai jaman keemasan. Mari kita bersama – sama memprogramkan diri untuk mencapai satu titik yaitu jaman keemasan di negeri kita. Dengan cara; 1. Meyakini kemaha kuasaan Tuhan dengan berbhakti melalui cara kita masing-masing. 2. Mari kita saling mencintai sesama manusia tidak pandang bulu siapa mereka?, dari mana mereka?. 3. Mari kita mengasihi lingkungan kita dengan cara memperlakukan lingkungan seperti kita memperlakukan diri sendiri. Saya bertambah bangga menjadi orang Hindu.

8. Tentang kematian serta sorga dan neraka, menurut pemahaman saya rokh di alam sana tidak lagi membawa identitas (KTP./Kartu Keluarga). Sehingga disana tidak ada lagi kamar-kamar khusus untuk orang Bali yang Beragama Hindu, dan kamar lainnya untuk yang lain, itu semua nya tidak ada sebab yang namanya rokh itu sudah keluar dari jasad yang dahulunya semasih hidup memerlukan KTP (identitas), maka sekarang setelah meninggalkan alam ini, yang ada disana adalah kwalitas. Dari manapun asal rokh itu, asal sudah berkwalitas baik mencapai kriteria untuk masuk sorga, yaaa!!! masuk sorga dia tidak ada yang bisa membendung. Kalau memang rokh itu cocok kwalitasnya mereka harus masuk neraka yaaa!!! masuk neraka tidak ada yang bisa menghabat. Jadi kwalitas rokh itu di dapati saat mereka melakoni hidup ini. 


Saya ingin memberi contoh; Angin. Nah bila diumpamakan seperti angin, lalu angin itu dimasukan kedalam ban mobil, dia disebut angin ban mobil, bila angin itu dimasukan kedalam ban sepeda motor dia disebut angin ban motor, bila dimasukan angin itu kedalam bola, dia disebut angin Bola. Jadi yang memberikan identitas angin itu adalah yang membungkusnya. Tetapi setelah ban mobil, ban motor, bola itu pecah, semua anginnya keluar, setelah diluar angin itu tidak bisa disebut angin ban mobil, angin ban motor, dan angin bola. Kita hanya bisa tau dari bau bekas-bekas dari mana asal angin itu. Nah setelah angin itu dialam bebas maka dia akan bergabung dengan teman-temannya yang sekwalitas ( di rokh manusia disebut karma wasana). Nah mengenai dapat sorga dan dapat neraka itu adalah kita yang menentukan dari semasih hidup, Tuhan hanya membukakan pintunya saja dialam sana. Nah itulah yang saya dapat tangkap ajaran agama Hindu, Makanya saya menjadi lebih bangga lagi menjadi orang Hindu.

9. Sebagai wujud rasa bangga saya menjadi orang Hindu maka saya ingin mengajak saudara-saudara saya yang masih mencintai Hindu, mari kita pahami, hayati ajaran yang adhi luhung antara lain;

1. Ajaran Tri Kaya Parisudha.
2. Tattwamasi.
3. Tri Hittakarana.
4, Ajaran Desa Kala Patra.
5. Ajaran memanusiakan alam dan lingkungan. Yang dilandasi oleh ajaran Panca Sradha.

Hentikan sikap saling menjelekan. Belajarlah meramu dan memahami filosofi “ Meramu perbedaan menjadi sebuah kenikmatan dan keindahan untuk menuju kedamaian dan kebahagiaan bersama”. Sehingga muncul sikap Hidup Bangga menjadi manusia, bangga menjadi orang Hindu, dan Bangga menjadi orang Indonesia. Diawali mulai dari diri kita sendiri.

Terima kasih atas segala perhatiannya. Dan sekali lagi saya mohon maaf jika ada yang dianggap salah. Semuanya ini hanya renungan saya sendiri. Gemercingnya suara misik yang amat syahdu, menuntun keheningan pikiran, berasal dari suara alat musik yang berbeda. Indahnya sebuah taman yang dapat menyejukan hati, berasal dari aneka ragam bunga-bunga yang mekar. Indahnya Indonesia kita ini disebabkan adanya keaneka ragaman budaya, seni dan adat istiadat. Mari kita bangkitkan keaneka ragaman ini untuk membikin kesatuan yang indah dan kokoh, dan untuk memfilter pengaruh budaya luar yang merusak tatanan kehidupan kita yang indah ini. Kalau saya umpamakan Negara kita NKRI. Ini sebuah lukisan yang amat indah dilukis oleh para pendahulu kita, dan dikagumi oleh semua kalangan. Janganlah dicorat coret lagi, apalagi bagi mereka yang baru mejadi pelukis pemula. Kalau mau mencoba melukis carilah kertas sendiri, lukisan yang indah ini hanya kita nikmati keindahannya dan kita jaga kelestariannya.

SEMOGA ADA MANFAATNYA.

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM



Semoga bermanfaat dan semakin menyadarkan kita betapa bangganya kita menjadi umat Hindu

1 komentar:

  1. Tulisan yang sangat bagus dan menjadi inspirasi bagi saya pribadi...suksme

    BalasHapus